Selasa, 21 September 2010

Murabahah dan Istishna'

BAB I
PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Paradigma baru yang berkembang pada masa krisis ekonomi tahun 1997 dan 1998 adalah perlu dikembangkannya ekonomi kerakyatan dimana pertumbuhan ekonomi didorong dari bawah. Hal ini berarti diperlukannya alokasi sumber daya untuk membangkitkan golongan ekonomi lemah dan koperasi. Tingkat bunga yang sangat tinggi pada masa krisis sampai 65 % setahun jelas tidak mendukung berkembangnya ekonomi kerakyatan. Oleh karena itu diperlukan perangkat lembaga keuangan baru yang tentunya bukan berupa bunga. Karena Itu Pada dekade sekarang ini telah banyak bank bank syariah yang menawarkan produk produknya baik itu produk yang tabarru' ataupun yang tijarah.

Wajar jika banyak perspektif negatif yang ditujukan oleh masyarakat awam kepada Bank syariah. Sejauh ini mayoritas portofolio pembiayaan oleh Bank Syariah didominasi oleh pembiayaan Murabahah. Sepintas memang ada kemiripan antara pembiayaan Murabahah di Bank Syariah dan kredit pembelian barang di Bank Konvensional. Umumnya mereka mengatakan operasional bank syariah tidak berbeda dengan bank konvensional. Hanya saja jika di Bank Konvensional menerapkan sistim bunga, maka di bank syariah dirubah dengan istilah margin


B.RUMUSAN MASALAH
Bagaimana Pembiayaan Murabaha Dan Pembiayaan Istisna' di Bank Syari'ah ?

BAB II
PEMBAHASAN

A.Pembiayaan Murabaha

Salah satu skim fiqih yang paling popular digunakan oleh perbankan syariah adalah skim jual beli murabaha. transaksi murabaha ini lazim dilaksanakan oleh Rasulullah Saw dan para sahabatnya.secara sederhana murabaha berarti suatu penjualan barang seharga barang tersebut ditambah keuntungan yang disepakati,jadi singkatnya murabaha adalah akad jual beli dengan mengadakan perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli, karena dalam definisinya disebut adanya "keuntungan yang disepakati" karakteristik murabaha adalah si penjual harus membeli tahu pembeli tentang harga pembelian barang dan menambahkan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut.

Syarat syarat ba'I murabaha:
a.penjual memberitahubiaya modal kepada nasabah
b.kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan
c.kontrak harus bebas dari riba
d.penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atau barang sesudah pembelian
e.penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan demgan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang


Secara prinsip, jika sarat dalam a,d,dan e. tidak dipenuhi pembeli memiliki pilihan :
a.melanjutkan pembelian seperti apa adanya,
b.kembali kepada penjua dan menyatakan ketidak setujuan atas barang yang dijual,
c.membatalkan kontrak.

Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan. . Dalam murabahah berdasarkan pesanan, bank melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari nasabah.Murabahah berdasarkan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat nasabah untuk membeli barang yang dipesannya. Dalam murabahah pesanan mengikat pembeli tidak dapat membatalkan pesanannya. Apabila aktiva murabahah yang telah dibeli bank (sebagai penjual) dalam murabahah pesanan mengikat mengalami penurunan nilaisebelum diserahkan kepada pembeli maka penurunan nilai tersebut menjadi beban penjual (bank) dan penjual (bank) akan mengurangi nilai akad.

Pembayaran murabahah dapat dilakukan secara tunai atau cicilan. Selain itu, dalam murabahah juga diperkenankan adanya perbedaan dalam harga untuk cara pembayaran yang berbeda.

Bank dapat memberikan potongan apabila nasabah:
a). mempercepat pembayaran cicilan; atau
b). melunasi piutang murabahah sebelum jatuh tempo.

Harga yang disepakati dalam murabahah adalah harga jual sedangkan harga beli harus diberitahukan. Jika bank mendapat potongan dari pemasok maka potongan itu merupakan hak nasabah. Apabila potongan tersebut terjadi setelah akad maka pembagian potongan tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian yang dimuat dalam akad.

Bank dapat meminta nasabah menyediakan agunan atas piutang murabahah, antara lain dalam bentuk barang yang telah dibeli dari bank.
Bank dapat meminta kepada nasabah urbun sebagai uang muka pembelian pada saat akad apabila kedua belah pihak bersepakat.Urbun menjadi bagian pelunasan piutang murabahah apabila murabahah jadi dilaksanakan. Tetapi apabila murabahah batal, urbun dikembalikan kepada nasabah setelah dikurangi dengan kerugian sesuai dengan kesepakatan. Jika uang muka itu lebih kecil dari kerugian bank maka bank dapat meminta tambahan dari nasabah.

Apabila nasabah tidak dapat memenuhi piutang murabahah sesuai dengan yang diperjanjikan, bank berhak mengenakan denda kecuali jika dapat dibuktikan bahwa nasabah tidak mampu melunasi. Denda diterapkan bagi nasabah mampu yang menunda pembayaran. Denda tersebut didasarkan pada pendekatan ta’zir yaitu untuk membuat nasabah lebih disiplin terhadap kewajibannya. Besarnya denda sesuai dengan yang diperjanjikan dalam akad dan dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana sosial (qardhul hasan).

B.Bai’al Istishna’ (Jual Beli Berdasarkan Pesanan)
Transaksi Bai’ al Istishna merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang melalui pesanan, pembuat barang berkewajiban memenuhi pesanan pembeli sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati. Pembayaran dapat dilakukan di muka, melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai batas waktu yang telah ditentukan.
Dalam fatwa DSN-MUI dijelaskan bahwa jual beli istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan paembauatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan ( pembeli, mustashni’) dan( penjual, shani’).

Dalam sebuah kontrak Bai’ al Istishna, pembeli dapat mengizinkan pembuat barang menggunakan sub kontraktor untuk melaksanakan kontrak tersebut. Dengan demikian, pembuat barang dapat membuat kontrak istishna kedua untuk memenuhi kewajibannya pada kontrak pertama. Kontrak seperti ini dikenal sebagai “Istishna’ Paralel”.

Transaksi istishna’ ini hukumnya boleh (jawaz) dan telah dilakukan oleh masyarakat muslim sejak masa awal tanpa ada pihak (ulama) yang mengingkarinya. Pada dasarnya, pembiayaan istishna’ merupakan transaksi jual beli cicilan pula seperti transaksi murabahah muajjal. Namun, berbeda dengan jual beli murabahah dimana barang diserahkan di muka sedangkan uangnya dibayar cicilan, dalam jual beli istishna’ barang diserahkan belakang. Walaupun uangnya juga sama-sama dibayar secara cicilan.

Dengan demikian, metode pembayaran pada jual-beli murabahah muajjal sama dengan metode pembayaran dalam jual-beli istishna’, yakni sama-sama dengan sistem angsuran (installment). Satu-satunya hal yang membedakan adalah waktu penyerahan barangya.
Contoh kasus :
Pemerintah daerah Jateng mempunyai proyek pengerjaan pembuatan jalan tol Semarang-Solo sepanjang 80 km. kebutuhan total dana untuk proyek itu adalah Rp. 3 Trilliun dengan jangka waktu pengerjaan 3 tahun. Untuk pembangunna ini pada tanggal 1 Mei 2002 Pemda Jateng menunjuk CV. Sukses Makmur sebagai kontraktor tunggal dalam pengerjaan proyek tersebut. CV. Sukses Makmur meminta adanya pembayaran dimuka sebesar 50% dan sisanya dibayar ketika pengerjaan sudah mencapai 75% dan 100%. Pemda tidak mampu untuk membayar dengan term sesuai dengan permintaan kontraktor. Untuk itu Pemda Jateng menghubungi Bank Syari’ah Perkasa untuk mendapatkan pembiyaan proyek tersebut. Pemda bersedia untuk membayar biaya pembuatan proyek tersebut seharga Rp. 3,6 Trilliun dengan pembayaran secara angsuran sebesar Rp. 100.000.000,-/bulan.

BAB III
KESIMPULAN


Murabaha adalah akad jual beli dengan mengadakan perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli, karena dalam definisinya disebut adanya "keuntungan yang disepakati" karakteristik murabaha adalah si penjual harus membeli tahu pembeli tenteng harga pembelian barang dan menambahkan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut. Harga yang disepakati dalam murabahah adalah harga jual sedangkan harga beli harus diberitahukan. Jika bank mendapat potongan dari pemasok maka potongan itu merupakan hak nasabah. Apabila potongan tersebut terjadi setelah akad maka pembagian potongan tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian yang dimuat dalam akad.

Transaksi Bai’ al Istishna merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang melalui pesanan, pembuat barang berkewajiban memenuhi pesanan pembeli sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati. Pembayaran dapat dilakukan di muka, melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai batas waktu yang telah ditentukan. Transaksi istishna’ ini hukumnya boleh (jawaz) dan telah dilakukan oleh masyarakat muslim sejak masa awal tanpa ada pihak (ulama) yang mengingkarinya. Pada dasarnya, pembiayaan istishna’ merupakan transaksi jual beli cicilan pula seperti transaksi murabahah muajjal. Namun, berbeda dengan jual beli murabahah dimana barang diserahkan di muka sedangkan uangnya dibayar cicilan, dalam jual beli istishna’ barang diserahkan belakang. Walaupun uangnya juga sama-sama dibayar secara cicilan.

DAFTAR PUSTAKA

Ir. Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada), 2008
Syafri’I Antonio, Muhammad, Bank Syari’ah : Dari Teori ke Praktik, (Jakarta : Gema Insani Press), 2001
http://www.karimsyah.com/imagescontent/article/20050923150928.pdf
http://www.mailarchive.com/ekonomisyariah%40yahoo.html+definisi+pembiayaan+istishna

Tidak ada komentar:

Posting Komentar